Senin, 21 Desember 2015

Imam syadziliy, bagian 7, tulisan kyai Choliedin qosim

Lanjutan Postingan Sisi lain perjalanan Syech Abul Hasan, para murid dan Ajaranya.....

Almursi Khalifah Besar Thariqah Syadziliyah

Nama dan Nasabnya :
Wali Qutb kita ini adalah al-Imam Syihabuddin Abu al-Abbas, Ahmad bin Umar al-Anshory, al-Mursi radiallahu 'anhu. sebagian ahli sejarah ada yang mengatakan bahwa nasab beliau sampai pada sahabat Sa'ad bin Ubadah radiallahu 'anhu pemimpin suku Khazraj. Al-Mursi dilahirkan tahun 616 H (1219 M) di kota Marsi, salah satu kota di Andalus Spanyol dan meninggal pada tahun 686 H /1287 M.

Al-Mursi masa kecilnya ayahnya sudah mengirim kepada salah satu waliyullah untuk membimbing menghapal Alquran dan mengajarinya ilmu-ilmu agama. Waktu kecil beliau sudah terlihat kehebatan dan kecerdasannya lebih dari itu ia dianugrahi oleh Allah berupa cahaya ilahi yang merasuk dalam kalbunya. Suatu ketika al-Mursi bercerita : "Ketika aku masih usia kanak-kanak aku mengaji pada seorang guru dan aku mencoret - coret pada papan tulis, lalu guru tadi mengatakan : 
"seorang sufi tidak pantas menghitamkan yang putih". Seketika aku menjawab : " saya mencoret - coret papan tulis ini bukan seperti yang panjenengan sangka, tapi yang benar adalah seorang sufi tidak pantas menghitamkan putihnya lembaran hidup dengan noda dan dosa".

Pada waktu muda beliau sudah dipercaya oleh ayahnya untuk mengelola perdagangannya bersama saudaranya Muhammad Jalaluddin. Dengan begitu, ia telah mengikuti jejak orang-orang sholeh dalam hal menggabungkan antara ibadah dan mencari rizqi. Demi menjaga amanat ini ia rela berpindah-pindah tempat dari kota Murcia ke kota lainnya untuk berniaga, sambil hatinya berdetak mengingat Allah SWT.

Pada tahun 640 H kedua orang tuanya bersama seluruh keluarga berkeinginan menunaikan ibadah haji. Tapi sayang, takdir berbicara lain. Sesampainya di pesisir Barnih, kapal mereka terkena gelombang. Banyak penumpang kapal yang meningal termasuk kedua orang tuanya. Singkat cerita al-Mursi muda dan saudaranya melanjutkan perjalannya ke Tunis untuk berdagang, meneruskan usaha ayahya.

Pertemuan beliau dengan al-Syadziliy

Al-Mursi menceritakan perjumpaannya dengan Syaikh Abu al-Hasan as-Syadzily sebagai berikut: "Ketika aku tiba di Tunis, waktu itu aku masih muda, aku mendengar akan kebesaran Syaikh Abu al-Hasan, lalu ada seseorang yang mengajakku menghadap beliau, maka aku jawab : "aku mau berististikhoroh dulu"! Setelah itu aku tertidur dan bermimpi melihat seorang lelaki yang mengenakan jubah (Burnus) hijau sambil duduk bersila. Di samping kanannya ada seorang laki-laki begitu juga di samping kirinya. Aku memandangi lelaki nan berwibawa itu. Laki laki berwibawa itu kemudian berkata : "aku telah menemukan penggantiku sekarang"! Di saat itulah aku terbangun.

Selesai menjalankan sholat subuh, seseorang yang mengajakku mengunjungi Syaikh Abu al-Hasan datang lagi. Maka kami berdua pergi ke kediaman Syaikh Abu al-Hasan as-Syadzili. Aku heran begitu melihatnya. Syekh yang ada di hadapanku inilah yang aku lihat dalam mimpi. Dan keherananku semakin menjadi ketika Syekh Abul Hasan berkata padaku: 
"Telah aku temukan penggantiku sekarang". Persis seperti dalam mimpiku. Selanjutnya beliau bilang : "siapa namamu ?" Lalu aku sebutkan namaku. Dengan tenang dan penuh kewibawaan beliau berujar : "Engkau telah ditunjukkan padaku semenjak 20 tahun yang lalu!".

Semenjak kejadian itu al-Mursi merasa mantep dan terus mendapatkan wejangan-wejangan dari gurunya Syaikh Abu al-Hasan ini. Mereka berdua membangun pondok (Zawiyyah) Zaghwan di daerah Tunis, di mana as-Syadzili menyebarkan ilmu kepada murid-murid-muridnya yang beraneka ragam latar belakang dan profesinya. Ada dari kalangan ulama', pedagang juga orang awam.

Syaikh al-Syadzili sebetulnya sudah lama meninggalkan Tunis. Ia pergi dan sudah menetap diIskandariyah Mesir. Kembalinya ke Tunis lagi ini membuat orang bertanya-tanya. Dalam hal ini beliau menjawab : "Yang membuatku kembali lagi ke Tunis tidak lain adalah laki-laki muda ini (maksudnya Abul 'Abbas al-Mursi)". Setelah itu Al-Syadzily kembali lagi ke Iskandariah, karena ada perintah dari Nabi Muhammad SAW dalam muhammad.

Ada cerita dari al-Mursi tentang perjalanan ke Iskandariah ini : "Ketika aku menemani Syaikh dalam perjalanan menuju ke Iskandariah, aku merasa sangat susah dan berat sehingga aku tidak mampu menanggungnya. Lalu aku menghadap Syaikh. Ketika beliau melihat penderitaanku ini, beliau berkata: "Hai Ahmad...!", aku menjawab: "Iya tuanku", Beliau berkata: "Allah telah menciptakan Adam alaihis salam dengan tangan-Nya, dan memerintahkan malaikat-Nya untuk bersujud padanya. Allah kemudian menempatkannya di dalam surga, lalu menurunkannya ke bumi,. Demi Allah... Allah tidak menurunkannya ke bumi untuk mengurangi derajatnya, tapi justru untuk menyempurnakannya. Allah telah menggariskan penurunannya ke bumi sebelum Dia menciptakannya, sebagaimana firmannya :

وإذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة......

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi...."

Allah tidak mengatakan di langit atau di surga namun dibumi, Maka turunnya Adam ke bumi pada dasarnya adalah untuk memuliakannya bukan untuk merendahkannya, karena Adam menyembah Allah di surga dengan di beri tahu (Ta'rif) lalu diturunkan ke bumi supaya beribadah pada Allah dengan kewajiban (Taklif), ketika dia telah mendapatkan kedua ibadah tadi, maka pantaslah dia menyandang gelar pengganti (Khalifah). Engkau ini juga punya kemiripan dengan Adam. Mula-mula kamu ada di langit ruh, di surga pemberitahuan (Ta'rif) lalu engkau diturunkan ke bumi nafsu supaya engkau menyembah dengan kewajiban (Taklif). Ketika engkau telah sempurna dalam kedua ibadah itu pantaslah engkau menyandang gelar pengganti (Khalifah)".

Begitulah Syaikh Al-Syadzili mengantarkan Al-Mursi menuju ke jalan Allah demi memenuhi hatinya dengan rahasia-rahasia ilahiyah supaya kelak bisa menggantikannya, bahkan bisa dikatakan supaya dia jadi Abu al-Hasan itu sendiri. Sebagaimana Al-Syadzili sendiri pernah mengatakan : "Wahai Abu al-Abbas... demi Allah., aku tidak mengangkatmu sebagai teman kecuali supaya kamu itu adalah saya, dan saya adalah kamu. Wahai Abu al-Abbas.. demi Allah, apa yang ada dalam diri para wali itu ada dalam dirimu, tapi yang ada pada dirimu itu tidak ada dalam diri para wali lainnya".

Persatuan antara keduanya ini di jelaskan oleh Ibn Atho'illah al-Askandari: "Suatu ketika Syaikh al-Syadzili ada di rumah Zaki al-Sarroj, sedang mengajar kitab al-Mawaqif karangan al-Nafari, lalu beliau bertanya: "Kemana Abu al-Abbas? " Ketika Syaikh al-Mursi datang, beliau berkata: " Wahai anakku... bicaralah! Semoga Allah memberkahimu... bicaralah ! jangan diam", maka Syaikh Abu al-Abbas mengatakan: "Lalu aku di beri lidah Syaikh mulai saat itu".

Pada banyak kesempatan Syaikh al-Syadzili memuji ketinggian kedudukan Syaikh al-Mursi, beliau mengatakan: "Inilah Abu al-Abbas, semenjak dia sampai pada ma'rifatullah tidak ada halangan antara dirinya dan Allah SWT. Kalau saja dia meminta untuk ditutupi, pasti permintaan itu tidak akan dikabulkan.

Ketika ada perselisihan antara Syaikh al-Mursi dengan Syaikh Zakiyyuddin al-Aswani, Syaikh al-Syadzili bekata: "Wahai Zaki... berpeganglah pada Abu al-Abbas, karena demi Allah, semua wali telah ditunjukkan oleh Allah akan diri Abu al-Abbas ini. Hai Zaki... Abu al-Abbas itu seorang laki-laki yang sempurna".

Hal yang sama juga terjadi ketika ada perselisihan antara Syaikh al-Mursi dengan Nadli bin Sulton. Syaikh al-Syadzily mengatakan: "Wahai Nadli... tetaplah bersopan santun pada Abu al-Abbas! Demi Allah, dia itu lebih tahu lorong-lorong langit, dibanding pengetahuanmu akan lorong-lorong kota Iskandariah"! As-Syadzili juga mengatakan: "Kalau aku mati, maka ambillah al-Mursi, karena dia adalah penggantiku, dia akan mempunyai kedudukan tinggi di hadapan kalian, dan dia adalah salah satu pintu Allah".

Ilmu al-Mursi
Imam Sya'roni menceritakan bahwa suatu ketika ada seseorang yang mengingkari keilmuan Syaikh al-Mursi. Orang tersebut mengatakan: " berbicara tentang ilmu yang ada itu hanya ilmu lahir, tetapi mereka, orang-orang sufi itu mengaku mengetahui hal-hal yang diingkari oleh syara". Di kesempatan yang lain orang ini menghadiri majlis Syaikh al-Mursi. Tiba-tiba dia jadi bingung hilang kepintarannya. Seketika itu juga ia tidak mengingkari adanya ilmu batin. Dengan sadar dan penuh sesal ia berkata : "Laki-laki ini sungguh telah mengambil lautan ilmu Tuhan dan tangan Tuhan". Akhirnya dia menjadi salah satu murid dekat al-Mursi. Abu al-Abbas mengatakan : "Kami orang-orang sufi mengkaji dan mendalami bersama ulama' fiqih bidang spesialisai mereka, tapi mereka tidak pernah masuk dalam bidang spesialis kami".

Rupanya kealiman al-Mursi tidak terbatas pada ilmu fiqh dan tasawuf. Ibnu Atho'illah menceritakan dari Syaikh Najmuddin al-Asfahani : "Syaikh Abu al-Abbas berkata padaku: " Apa namanya ini dan itu dalam bahasa asing?" Tersirat dalam hatiku bahwa Syech ingin mengetahui bahasa ajam maka aku ambilkan kamus terjemah. Beliau bertanya: " Kitab apa ini?", Aku jawab : "Ini kamusnya". Lalu Syech tersenyum dan berkata: " Tanyakan padaku apa saja, terseserah kamu, nanti aku jawab dengan bahasa arab, atau sebaliknya". Lalu aku bertanya dengan bahasa asing dan beliau menjawab dengan memakai bahasa Arab. Kemudian aku bertanya dengan bahasa Arab, beliau menjawab dengan bahasa asing. Beliau berkata: " Wahai Abdullah... ketika aku bertanya seperti itu tidak lain adalah sekedar basa-basi bukan bertanya sesungguhnya. Bagi wali tidak ada yang sulit, bahasa apapun itu.

Imam Mursi Dalam menafsiran ayat

إياك نعبد وإياك نستعين

" Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. " Al-Mursi menafsiri sebagai berikut, " اياك نعبد " Hanya Engkaulah yang kami sembah maksudnya adalah Syariah, dan " وإياك نستعين  " hanya kepada-Mulah kami memohon adalah Haqiqoh. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Islam, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Ihsan. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Ibadah, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Ubudiyyah.

Karomah Kewalian Imam Mursi  sangat banyak di antaranya:

• Al-Mursi telah mengabarkan siapa penggantinya setelah ia meninggal. Orang itu adalah Syaikh Yaqut al-Arsyi yang lahir di negeri Habasyah. Suatu ketika ia meminta murid-muridnya agar membuat A'sidah (sejenis makanan) diIskandariah pada saat itu tengah musim panas. Karena heran ada seseorang yang bertanya : "Bukankah A'sidah itu untuk musim dingin ?". Dengan tenang al-Mursi menjawab : " A'sidah ini untuk saudara kalian Yaqut orang Habasyah dia akan datang kesini ".

• Ada seseorang yang datang menghadap al-Mursi dengan membawa makanan syubhat (tidak jelas halal-haramnya) untuk mengujinya. Begitu melihat makanan itu al-Mursi langsung mengembalikannya pada orang tersebut sambil berkata: "Kalau al-Muhasibi hendak mengambil makanan syubhah otot tangannya bergetar, maka 60 otot tanganku akan bergetar" .

• Pada suatu masa perang, penduduk Iskandariah semua mengangkat senjata untuk berjaga-jaga menghadapi serangan musuh. Demi melihat hal ini, Syech al-Mursi mengatakan: " Selama aku ada ditengah-tengah kalian, maka musuh tidak akan masuk". Dan memang musuh tidak masuk ke Iskandariah sampai Abu-al Abbas al-Mursi meninggal dunia.

Al-Mursi juga seseorang yang sangat memperhatikan kehidupan Masyarakat, beliau sangat memperhatikan orang miskin dan kelaparan. Diceritakan pada suatu ketika cuaca sangat buruk angin kencang dan ombak sangat besar hingga para nelayan tidak memperoleh tangkapan ikan. Murid beliau Yaqut Al-Al-Habasyi pada waktu itu mendapat tangkapan ikan yang banyak. Ada seorang yahudi yang ingin membeli ikan dari tangkapanya namun Yaqut tidak memberinya dan menjawab " Jangan ini ikan akan saya berikan kepada guruku", dan hal tersebut diketahui oleh Imam Mursi yaitu ada seorang yahudi yang kelaparan dan menginginkan untuk membeli ikan tersebut, singkat cerita ahirnya Imam Mursi menyuruh Yaqut untuk memberikan ikan tangkapanya secara gratis kepada orang yahudi karena orang yahudi tersebut mempunyai anak anak, istri yang kelaparan yang tentunya lebih membutuhkan ikan. Ahirnya keluarga yahudi tersebut masuk Islam. AL-Mursi mempunyai pandangan yang sama dengan gurunya Syech Sadzili dalam kehidupan bermasyarakat.

Murid-murid Imam Mursi sangat banyak antara lain terkenal adalah Imam Busyiri seorang penyair dari barbar, penulis kitab Al-Burdah yang sampai sekaran lantunan lantunan qosidahnya masih sangat sering kita baca. Alburdah merupakan untaian nadzom yang isinya berupa pujian pujian kepada Rosululloh sayyidina Muhammad Saw. Imam Bushiri wafat tahun 694 H / 1295 M. Diantara muridnya yang lain adalah Najmuddin Al-Ishfahani ( 721 H / 1321 M ) beliau berkebangsaan Persia ( Iran ) yang menetap dimekah dan menyebarkan Thoriqoh Sadziliyah kepada para jamaah haji.

Syech Abul Abas Al-Mursi sama seperti gurunya beliau berdua tidak meninggalkan karya tulis, karena beliau berdua sibuk menyebarkan dakwahnya. Ajaran -ajaran Asy -Syadzili dapat diketahui dari kitab - kitab yang ditulis oleh murid - murid beliau. Yang menonjol dari Murid Imam Mursi adalah Syech Athoillah Assakandari ( 709 H / 130 M ) pengaruh faham Sadziliyah terhadap Syech Athoillah sangat kental dalam karya karya Syech Athoillah teruma kitab Al - Hikam yang berisi rangkuman rangkuman jejak rekam ajaran Thoriqoh Sadziliyah dari guru beliau, dan juga Hizb - Hizb Syech Abul Hasan Assyadzili yang disampaikan oleh Imam Mursi kepadanya, antara lain Hizb Hizb yang banyak diamalkan oleh pengikut Thoriqoh Sadziliyah yaitu Hizb Bahr. Diindonesia hizb yang banyak diamalkan oleh murid sadziliyah disamping Hizib Bahr yaitu Hizb Nashor Lisayyidi Abil Hasan Assadzili, Hizb Barr Lil'arif billah Abul Hasan Asy-Syadzili.

Syech Abul Abbas Al-Mursi wafat pada tahun 686 H /1287 M diIskandaria dan beliau disamping Kholifah pertama Syech Abul Hasan Assadzili juga sebagai menantu sang wali qutub agung tersebut.
Syech Abul Abbas Al-Mursi dimakamkan diIskandaria Mesir tepatnya sekarang dikompleks Masjid Al-Mursi yang terletak di kawasan Anfoushi, Alexandria, yang dibangun atas nisbat seorang sufi terkemuka, yaitu Abu Al-Abbas al-Murcia asal Spanyol...

Berambung

Insyaalloh dilanjutkan membahas pengaruh pemikiran dan tulisan Syech Athoillah Assakandari yang merakam jejak rekam perjalan ruhaniahnya dan juga perjalanan ruhaniah gurunya dan guru dari gurunya yang sehingga tulisan tersebut menjadi pedoman teks book Thoriqoh Sadziliyah...

Senin 13 April 2015
Kampoeng Pitulikur...

Imam abu hasan as-syadziliy, bagian 6, tulisan Kyai Choliedin Qosim

Lanjutan postingan SISI LAIN PERJALANAN SYECH ABUL HASAN ASSYADZILI.... 10 april 2015..



Diantara Karamah Imam Syadzali
=======================

Pada suatu ketika, Sultan Abi Zakaria dikejutkan dengan berita bahwa budak perempuan yang paling disenangi dan paling dibanggakan terserang penyakit langsung meninggal. Ketika mereka sedang sibuk memandikan budak itu untuk kemudian dishalati, mereka lupa bara api yang masih menyala di dalam gedung. Tanpa ampun bara api tadi melalap pakaian, perhiasan, harta kekayaan, karpet dan kekayaan lainnya yang tidak bisa terhitung nilainya.
Sembari merenung dan mengevaluasi kesalahan masa lalu, Sultan yang pernah menahan Syekh Syadzili karena hasudan qadhi Abul Qosim tersadar bahwa kejadian-kejadian ini karena sikap dia terhadap Syekh Abu al-Hasan. Dan demi melepaskan ‘kutukan’ ini saudara Sultan yang termasuk pengikut Syekh Abu al-Hasan meminta maaf kepada Syekh, atas perlakuan Sultan kepadanya. Cerita yang sama juga dialami Ibnu al-Barra. Ketika mati ia juga banyak mengalami cobaan baik harta maupun agamanya.

Di antara karomahnya adalah, Abul Hasan berkata, “Ketika dalam suatu perjalanan aku berkata, “Wahai Tuhanku, kapankah aku bisa menjadi hamba yang banyak bersyukur kepada-Mu?, kemudian beliau mendengar suara , “Yaitu apabila kamu berpendapat tidak ada orang yang diberi nikmat oleh Allah kecuali hanya dirimu. Karena belum tahu maksud ungkapan itu aku bertanya, “Wahai Tuhanku, bagaimana saya bisa berpendapat seperti itu, padahal Engkau telah memberikan nikmat-Mu kepada para Nabi, ulama’ dan para penguasa. Suara itu berkata kepadaku, “Andaikata tidak ada para Nabi, maka kamu tidak akan mendapat petunjuk, andaikata tidak ada para ulama’, maka kamu tidak akan menjadi orang yang taat dan andaikata tidak ada para penguasa, maka kamu tidak akan memperoleh keamanan. Ketahuilah, semua itu nikmat yang Aku berikan untukmu”.

Di antara karomah sydi agung ini adalah, ketika sebagian para pakar fiqh menentang Hizib Bahr, Syekh Syadzili berkata, “Demi Allah, saya mengambil hizib tersebut langsung dari Rasulullah saw harfan bi harfin (setiap huruf)”.

Di antara karomah Syekh Syadzili adalah, pada suatu ketika dalam satu majlis beliau menerangkan bab zuhud. Beliau waktu itu memakai pakaian yang bagus. Ketika itu ada seorang miskin ikut dalam majlis tersebut dengan memakai pakaian yang jelek. Dalam hati si miskin berkata, “Bagaimana seorang Syekh menerangkan bab zuhud sedangkan dia memakai pakaian seperti ini?, sebenarnya sayalah orang yang zuhud di dunia”.

Tiba-tiba Syekh berpaling ke arah si miskin dan berkata, “Pakaian kamu ini adalah pakaian untuk menarik simpatik orang lain. Dengan pakaianmu itu orang akan memanggilmu dengan panggilan orang miskin dan menaruh iba padamu. Sebaliknya pakaianku ini akan disebut orang lain dengan pakaian orang kaya dan terjaga dari meminta-minta”.
Sadar akan kekhilafannya, si miskin tadi beranjak berlari menuju Syekh Syadzili seraya berkata, “Demi Allah, saya mengatakan tadi hanya dalam hatiku saja dan saya bertaubat kepada Allah, ampuni saya Syekh”. Rupanya hati Syekh terharu dan memberikan pakaian yang bagus kepada si miskin itu dan menunjukkannya ke seorang guru yang bernama Ibnu ad Dahan. Kemudian syekh berkata, “Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya kepadamu melalui hati orang-orang pilihan. Dan semoga hidupmu berkah dan mendapatkan khusnul khatimah”.

Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.

Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :

1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).

2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).

3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.

Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :

1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.

2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.

3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.

4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.

Imam Syadzali dan keilmuan

========================

Di kota kelahirannya itu Syadzili pertama kali menghafal Alquran dan menerima pelajaran ilmi-ilmu agama, termasuk mempelajari fikih madzhab Imam Malik. Beliau berhasil memperoleh ilmu yang bersumber pada Alquran dan Sunnah demikian juga ilmu yang bersumber dari akal yang jernih. Berkat ilmu yang dimilikinya, banyak para ulama yang berguru kepadanya. Sebagian mereka ada yang ingin menguji kepandaian Syekh Abu al-Hasan. Setelah diadakan dialog ilmiah akhirnya mereka mengakui bahwa beliau mempunyai ilmu yang luas, sehingga untuk menguras ilmunya seakan-akan merupakan hal yang cukup susah. Memang sebelum beliau menjalani ilmu thariqah, ia telah membekali dirinya dengan ilmu syariat yang memadahi.

Beliau belajar ilmu thariqah dan hakikat setelah matang dalam ilmu fiqihnya. Bahkan beliau tak pernah terkalahkan setiap berdebat dengan ulama-ulama ahli fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu hakikat, beliau berguru kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan quthbiyahnya dan menjadi Imam Al-Auliya’. Peninggalan ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan oleh umat Islam adalah Hizb Nashr dan Hizb Bahr, dan Hizb Bahr adalah wiridan wajib pengamal Thariqah Syadziliyah yang banyak sekali pengikutnya.

Beliau secara nasab bersambung hingga Rasulullah SAW melalui puterinya Sayyidatuna Fatimah Az-Zahrah. Keistimewaan nasab ini tampak dalam budi pekerti beliau yang indah lagi terpuji dan mengagumkan banyak orang, sehingga mereka banyak mengambil pelajaran dan hikmah dari beliau.
Pada masa kecilnya, beliau sudah dibekali oleh orang tuanya dasar-dasar ajaran agama, kemudian berguru kepada ulama dan sufi besar pada masa itu, yakni Syeikh Abdul Salam bin Masyisyi. Dari gurunya ini pula, kemudian beliau dikirim kepada ulama besar yang tinggal di Syazilia, Tunisia.

Keberangkatan beliau ke Syadzily ini merupakan awal dari pengembaraan sufistiknya. Hingga setelah mendapatkan banyak ilmu dari gurunya di Syazilia, beliau ditugaskan gurunya untuk mengembangkan ilmunya di Iskandaria, Mesir. Sebelum pindah untuk berguru ke Syazilia, nama Syekh Abul hasan Asy Syazili sudah demikian harumnya; karena itu berita kedatangan beliau telah mengundang perhatian masyarakat, sehingga mereka menantikan kedatangan beliau. Demi mendengar hal itu, maka dengan ditemani oleh Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Salamah, beliau memilih jalur lain dan mengasingkan diri di Pegunungan Zagwan untuk bisa berhubungan secara sembunyi-sembunyi dengan gurunya di Syazilia.

Begitulah setelah lama berkhalwat di Zagwan; pada akhirnya beliau diperintahkan gurunya agar turun gunung dan berdakwah di masyarakat. Sudah barang tentu masyarakat yang ingin melihat dan berguru kepadanya datang berduyun-duyun, bahkan diantara mereka banyak para pejabat Negara yang hadir. Setelah itu beliau diutus gurunya ke Iskandaria. Dan rupanya kota ini menjadi akhir dari pengembaraan beliau, sebab disitu pula; setelah lama membimbing masyarakat, beliau akhirnya wafat dan dimakamkan disana.
Selama berada di Tunisia, beliau bersahabat dan banyak berdiskusi dengan para Ulama dan kaum Sufi besar disana. Di antara mereka terdapat :

• Syekh Abul Hasan Ali bin Makhluf As Syazili
• Abu Abdullah Al Shabuni
• Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Paituni
• Abu Abdillah Al Binai Al Hayah
• Abu Abdillah Al-Jarihi

Sedangkan diantara murud-murid beliau di Tunisia, dimana sebagian mereka adalah para Ulama kenamaan’ yaitu :

• Izzudin bin Abdul Salam
• Taqiyudin bin Daqiqi’id
• Abul Adhim Al-Munziri
• Ibnu Shaleh
• Ibnu Hajib
• Jamaluddin Usfur
• Nabiuddin bin Auf
• Muhyiddin bin Suraqah
• Ibnu Yasin

Diantara kemuliaan beliau, sebagaimana kesaksian sahabat seperjalanannya, bahwa diutusnya Syekh Abul Hasan Ali As Syazili oleh gurunya agar berangkat menuju Iskandaria, karena di kota itu telah menunggu 40 Waliyullah untuk meneruskan pelajaran kepada beliau.

Dasar-dasar Pemikiran Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Seseorang yang ingin mendalami ajaran tasawuf, maka terlebih dahulu harus mendalami dan memahami ajaran Syari’ah.

• Beliau mengajarkan ajaran Tasawuf kepada murid-muridnya dengan menggunakan 7 kitab; yaitu :

1.   Khatam Al Auliyah karya Al Hakim At Tirmidzi ( menguraikan tentang masalah kewalian dan Kenabian )

2.   Al Mawaqif wa Al Mukhatabah karya Syekh Muhammad bin Abdul Jabbar An Nifari ( menguraikan tentang         kerinduan Tokoh sufi kepada Allah swt )

3.  Qulub karya Abu Tholib Al Makki ( menguraikan pandangan tokoh sufi yang menjelaskan Syari’at dan hakikat bersatu )

4. Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali ( Paduan antara Syari’at dan Tasawuf )

5. Al Syifa’ karya Qadhi Iyadh ( dipergunakan untuk mengambil sumber Syarah-syarah dengan melihat tasawuf dari sudut pandang Ahli Fiqih )

6. Ar Risalah Qusyairiyah karya Imam Qusyairi ( dipergunakan beliau untuk permulaan dalam pengajaran Tasawuf )

7. Ar Muhararul Wajiz dan Al Hikam karya Ibnu Aththa’illah ( melengkapi pengetahuan dalam pengajian )

Abul Hasan Asy-Syazili adalah seorang tokoh sufi yang sudah termasyhur. Hizb An-Nashr yang merupakan kumpulan doa-doa untuk meraih kemenangan dalam menghadapi musuh-musuh Islam sering dibaca dalam kumpulan wirid-wirid Dalil Al-Khairat. Karangannya As-Sirrul Jalil fi KhawashHasbunnal wa Nimal Wakil (rahasia yang agung dalam keistimewaan Hasbiyallahu wa nimal wakil) telahmenampilkan suatu alam yang khas kaum sufi. Alam yang tidak dapat dijamah lewat pendekatan logika. Sebab perangkat-perangkat yang digunakan adalah suatu yang lain dari rasio. Dari itu pula maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa menilai dan menghukum alam ini dengan rasio adalah suatu kesia-siaan. Sekalipun demikian jauh keterlibatan dan peran Abul Hasan dan tokoh-tokoh sufi seperti Ibrahim bin Adham, Al-Junaid Al-Baghdadi, Ibn Atha As-Sakandari, Al-Qusyairi dalam alam rohani yang khas ini, tapi patut diakui bahwa mereka tidak pernah melampaui tapal batas syariat. Justru alam kerohanian yang mereka bangun berdiri kokoh di atas garis-garis syariat yang  jelas dan terang. Tidak seperti beberapa tokoh lain atau pengaku-pengaku diri mereka sebagai waliyullah yang memutuskan dari praktikritual mereka. Ketika seorang laki-laki menyebutkan di depan Al-Junaid Al-Baghdadi tentang marifat Allah Taala dan ia mengatakan bahwa ahli adalah orang-orang yang sampai ke tingkat

meninggalkan segala amal perbuatan sebagai suatu sikap kebajikan dan pendekatan diri kepada Allah Taala, Al-Junaid yang bermazhab Abu Tsaur dalam fiqhnya dengan tegas membantah, Itu perkataan sekelompok orang yang tidak mementingkan amal perbuatan. Menurutku itu merupakan suatu dosa besar. Orang yang mencuri dan berzina lebih baik kondisinya dari pada orang  yang berkata demikian. Ahli marifat adalah orang-orang yang menunaikan amal-amal yang diperintahkan oleh Allah Taala sebagaimana yang dituntut oleh Allah kepadanya. Andai kata aku dapat hidup seribu tahun, maka sungguh aku tidak akan pernah meninggalkan amal kebaikan walaupun yang sebutir debu kecuali ada hal yang merintangiku untuk itu. Al-Junaid juga mengatakan, yang tidak menghafal Al-Quran dan mencatat hadits tidak dapat diikuti dalam persoalan ini (tasauf), karena ilmu pengetahuan kami terikat dengan Al-dan Sunnah. (Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah).

Tidak hanya itu, mereka juga tokoh-tokoh yang peka dan berinteraksi secara dinamis dengan kondisi umat. Ramuan-ramuan kerohanian syariy jika tepat disebut demikian yang mereka sodorkan, pada tingkat pertama justru terarah pada perbaikan kondisi kehidupan zaman mereka hidup. As-Sirrul Jalil karangan Abul Hasan secara serta merta menampilkan zaman di mana umat Islam menghadapi kondisi yang kritis, berbagai bahaya datang menggerogoti tubuh umat baik dari luar (Eropa salibis dan Tatar) maupun dari dalam ( perebutan kekuasaan dan kesewenang-wenangan penguasa). Abul Hasan datangmenawarkan konsep perbaikannya yang khas. Suatu konsep yang ditarik dari kedalaman alam di mana ia hidup secara konkrit. Dan bukankah Allah Taala akan mengganjari amal baik hamba-Nya atas dasar niat dan maksud baiknya?! Sekalipun dengan konsep dan methode yang berbeda satu sama lain.

Sebaris dua baris mengenai riwayat hidup Sayyidi Abul Hasan Asy-Syazili, pendiri thariqah Asy-Syaziliyyah, agaknya cukup untuk sekadar mewakili suatu ungkapan penghormatan dan penghargaan kepada tokoh ini, yang telah berpihak kepada kemaslahatan umat di dunia dan akhirat.

Nama lengkapnya: Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar. Garis keturunannya bersambung sampai kepadaAl-Hasan putra Amirul Muminin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah Az- binti Rasulullah saw. Syech Abul Hasan dilahirkan pada 593 Hijriyah di Maghrib (Maroko), di kota Ghamarah, tidak jauh dari Sabtah(Ceuta). Di kota itulah Abul Hasan mulai menimba berbagai ilmu pengetahuan agama sampai ia benar-benar menguasainya. Namun betapa pun dalam dan mapan penguasaan seseorang terhadap ilmu-ilmu lahiriyah semacam Fiqh, Nahwu dan Sharaf, ternyata itu masih belum dapat membawa jiwa menyelam ke alam kerohanian yang tinggi. Syech Abul Hasan memendam suatu hasrat yang amat kuat untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala serta ingin menerangi kalbunya dengan Nur Marifah (cahaya marifat Allah Taala). Ia lantas mengambil keputusan untuk merantau ke Irak yang pada waktu itu merupakan kota tujuan setiap penuntut ilmu dunia dan agama. Karena Irak, di samping tempat para ahli-ahli ilmu dunia, juga merupakan pusat tokoh-tokoh terkemuka dalam bidang  fiqh, hadits dan tasauf.

Ketika ia sampai di Baghdad, banyak waliyullah yang dijumpainya. Tokoh yang paling terkemuka pada waktu itu menurut Abul Hasan, adalah Abul Fath Al-Wasithi. Di Baghdad, Abul Hasan rahimahullah berusaha mencari tahu siapa gerangan quthb di Baghdad. Sampai pada suatu ketika seorang waliyullah mengatakan kepadanya, Abul Hasan, Anda mencari quthb di Irak sementara quthb yang Anda cari itu justru berada di negeri Anda sendiri. Kembalilah ke sana, tentu Anda akan menjumpainya Abul Hasan lalu kembali ke kota kelahirannya, Ghamarah, dengan penuh harapan semoga orang yang dicarinya selama ini dapat ia temui. Dan ternyata kepulangannya ke Ghamarah beroleh hasil, di sana ia bertemu dengan Al-Quthb Al-Akbar Abdussalam bin Masyisy, imam penduduk Maghrib sebagaimana Asy-Syafii imam penduduk Mesir.

Ibnu Masyisy beribadah di satu gua di puncak sebuah bukit di Ghamarah. Semenjak itu Abul Hasansering mendatangi dan berguru kepadanya. Salah satu ajaran yang diterima Abul Hasan dari gurunya itu berbunyi, Arahkan penglihatan iman, niscaya engkau akan mendapati Allah pada segala sesuatu. Syech ibnu Masyisy telah meramalkan tentang peristiwa-peristiwa besar yang akan dilalui oleh Abul Hasandalam hidupnya, dan karena itu ia menganjurkannya untuk pindah ke Afrika (sebutan untuk Tunisia pada zaman itu).

Dalam Durratul Asrar diterangkan bahwa Ibnu Masyisy memang menentukan kota Syafzilah di Afrika, bukan yang lain, sebagai tempat yang akan dituju oleh muridnya ini. Allah Azza wa Jalla menamakanmu Asy- Syazili, demikian kata Ibnu Masyisy kepada Abul Hasan. Setibanya di Syadzilah, ia langsung meneruskan perjalanannya ke Jabal Zaghwan, dan menundukkan dirinya semata-mata kepada Allah Taala lewat beribadah, shalat, puasa, tilawah dan tasbih. Meskipun demikian Syeikh Abul Hasan tidak menyembunyikan diri (mahjub) dari orang-orang yang ingin menjumpainya, ia selalu menyambut dengan baik setiap pecinta marifah, yang memang benar-benar serius dalam menuntutnya. Di dalam gua di gunung itulah, ia berkhalwat sampai dengan hatinya benar-benar kosong dari pada selain Allah, jiwanya suci dari segala keburukan, dan kebaikan telah terpatri dalam dirinya. Baru setelah itu, ia kembali bergabung dalam masyarakat untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada hamba-hamba Allah yang lain.

Mengenai penisbahan dirinya kepada Syazilah, Abul Hasan menuturkan, Pernah aku berkata, wahaiTuhan-ku, mengapa Engkau menamakanku dengan Asy-Syazili sedangkan aku tidak berasal dari Syazilah? Maka aku seolah-olah mendengar Suara mengatakan, wahai Ali, Aku tidak menamakanmu dengan Asy-Syadzili, akan tetapi engkau adalah seorang Syadzzili. Syadzzili dibaca dengan dengan tasydid huruf dzal, bermakna: orang yang diistimewakan untuk menjadi pelayan-Ku [lewat ibadah] dan memperoleh kecintaan-Ku.

Dari Syazilah, Syeikh Abul Hasan Asy-Syazili bertolak ke kota Tunisia, tempat mana dirinya akan menanggung suatu cobaan berat. Hal ini pernah diramalkan oleh Ibnu Masyisy ketika ia mengatakan kepada Abul Hasan, Akan ditimpakan ujian kepadamu di sana (Tunisia) dari pihak penguasa. Kisahnya, kepala hakim di Tunisia bernama Ibnu Al-Barra merasa iri melihat Abul Hasan mempunyai banyak murid dan populer di kalangan masyarakat, di samping tidak sedikit ahli-ahli fiqh dan ulama yang mengikuti majlisnya. Iri hati tersebut mendorong Ibnu Al-Barra untuk menghasut Syech Abul Hasan kepada SultanTunisia. Sultan yang termakan hasutan Ibnu Al-Barra lantas memerintahkan untuk mengurung Syeikh Abul Hasan di istananya untuk beberapa waktu. Namun apa yang terjadi? Dalam waktu itu pula Sultan ditimpa oleh banyak kejadian yang memilukan. Dan Sultan akhirnya menyadari bahwa apa yang terjadi kepada dirinya adalah bahagian dari karamah Abul Hasan Asy-Syazili. Maka tanpa menunggu lama, ia pun membebaskan Abul Hasan.

Dari Tunisia, Abul Hasan kemudian pindah ke Mesir. Kedatangannya di Mesir pada waktu itu bukan merupakan kali yang pertama. Sebab sebelumnya ia sudah pernah singgah di Mesir dalam perjalanannya menuju tanah suci untuk menunaikan fardhu haji. Tentang alasan mengapa ia datang lagi ke Mesir, Syeikh Abul Hasan mengungkapkan, Dalam mimpiku aku melihat Rasulullah saw., dan beliau berkata, Hai Ali, pindahlah engkau ke negeri Mesir, [dan di sana nanti] engkau akan mengasuh 40 orang teman.. Ia kemudian tiba di Alexandria (Iskandariyah), dan menikah di sana. Dari pernikahannya itu ia memperoleh keturunan; tiga lelaki dan dua perempuan. Hari-hari yang dilaluinya selama menetap di Mesir merupakan masa ketentraman lahir dan batin baginya. Sultan Mesir telah menghibahkan kepadaAbul Hasan sebuah benteng di Iskandariyah untuk tempat tinggal keluarganya. Pada waktu ia menetap di Mesir itu pula masa yang penuh barakah bagi Mesir, bukan saja dari sisi dawah, tapi juga dari sisi bahwa Mesir telah memuliakan seorang ulama yang paling tinggi dan utama, baik ilmu maupun akhlaknya.

Dalam Qamus Al-Muhith karangan Al-Fairuz-abadi diterangkan: Termasuk di antara orang-orang yang menghadiri majlisnya (yakni Abu al-Hasan) ialah Izzuddin bin Abdussalam dan Ibnu Daqiqil Id, dua tokoh ulama terpandang. Selain mereka, termasuk pula Al-Hafiz Al-Munziri, Ibnu Al-Hajib, Ibnu Shalah, Ibnu Ushfur, serta ulama-ulama lain dari Madrasah Kamiliyah di Kairo. Kamiliyah adalah madrasah yang pembelajaran fiqhnya didasarkan kepada mazhab Imam Asy-Syafii,  didirikan oleh SultanAl-Kamil, kemenakan Shalahuddin Al-Ayyubi, di permulaan abad ke-7 Hijriyah. Madrasah itu terletak diJalan Al-Muiz Lidinillah (Jalan Ash-Shaghah). Madrasah ini juga pernah masyhur dengan nama Darul Hadits lantaran Sultan Al-Kamil menyediakannya khusus untuk para pelajar dan pengajar Hadits. Sesudah mereka, baru kemudian tempat tersebut dimafaatkan oleh para ahli fiqh mazhab Asy-Syafii. Sultan Kamil telah mewaqafkan berbagai harta dalam bentuk benda yang dari hasilnya dapat dipakai untuk membiayai seluruh keperluan madrasah.

Syech Abul Hasan berpenampilan bagus, ucapan-ucapannya enak didengar dan tidak berhaluan radikal dalam kesufiannya sebab ia mengatakan, Thariqah ini bukan merupakan sikap ruhban (biarawan); tidak makan gandum dan kurma, dan bukan pula dengan banyak mengucapkan kata-kata sastra. Tetapi ia adalah sabar dalam menerima segala suruhan (syariat Islam) dan yakin dalam hidayah...

Kampoeng Pitulikur 11 April 2015 Insyaalloh besok menerangkan Wafatnya Syech Sadzili dan diteruskan Murid2nya hingga Faham SADZILIYAH ada diJawa....

Imam abi hasan as-syadziliy, Tuliaan Kyai Choliedin Qosim

Lanjutan Postingan dari SISI LAIN PERJALANAN SYEH ABUL HASAN ASSYADZILI pada tanggal 8 April 2015....

...

Akibat dinegara Tunisia selalu terjadi banyak konflik dengan Abu Al-Barro' terus menerus karena Albarro' merasa tersisih dengan kedatangan Syech Abul Hasan maka Syech atas petunjuk Gurunya beserta perintah Rosululloh didalam mimpinya untuk menutuskan meninggalkan Tunisia menuju Mesir, Padahal waktu itu Shultan Tunisia Abu Zakariya Al-Hafsi ( 1228 - 1258 M ) sangat keberatan dan bersalah atas perginya Syech Sadzili dari Tunisia.

Setelah sampai diIskandaria suatu propinsi didaerah Mesir pada tahun 1227 M, beliau menghadapi realitas politik yang kacau dinegara itu. Mesir saat itu sedang menghadapi ketegangan dengan tentara salip yang sudah kalah diera Sholahudin Al-Ayyubi untuk ingin merebut kembali wilayah Palistina yang waktu itu jatuh ditangan Jerman dibawah pimpinan Fredrik II pada tahun 1219.

Syech Assyadzili setelah melihat kejadian yang demikian maka mengangkat senjata bersama pengikutnya bergabung dengan tentara kerajaan yang dipimpin Sultan Malik As-Shaleh. Syech Abulhasan mampu menggerakkan ribuan pengikutnya untuk melawan tentara salip dari eropa. Dengan gerakan langkah2 yang dilakukan Syech Abul Hasan, ahirnya tentara salip dapat dikalahkan bahkan palestina yang waktu itu dikuasai jermanpun dipaksa angkat kaki dari Palestina dan negara para nabi inipun ahirnya bisa dikuasai kaum muslimin lagi pada tahun 1247 M ( keterangan ini saya comot dari terjemahan buku sufism and roform the bettel for islamic tradition karangan orang eropa Johanen julian, dan sejarah inipun tercatat divatikan yaitu tentara salip dipukul mundur oleh gerakan Thoriqoh pimpinan Assyadzili )....

Syech Abul Hasan pada tahun 646 H / 1248 M, menderita penyakit kebutaan, namun beliau masih tetap mampu mengajarkan dan mengembangkan ajaranya kepada pengikutnya, dan bahkan pada masa inilah keemasan ajaran2 Syech Abul Hasan. Para pengikut Syech terdiri dari berbagai lapisan, termasuk pejabat tinggi, sarjana hingga rakyat jelata termasuk diantaranya Syech Izzudin bin Abdussalam yang wafat tahun 1285M.

Thoriqot Sadziliyah yang semula hanya diikuti penduduk2 kota seperti Tunis dan Iskandariyah, namun ahirnya mempunyai pengikut yang menyebar keseluruh pelosok pedesaan. Bergabungnya tokoh2 Maghrib seperti Syeh Ali Asshonhaji dan Murid2 Syech Abdurrahman Al-Majdzub sebagai pengikut Sadziliyah maka faham Sadziliyah berkembang sampai kepinggir kota dan desa. Ditambah Intelektual  ulama' Top waktu itu yaitu Syech Jalaluddin As-Suyuti ( pengarang Tafsir Jalalain ) menjadikan Thoriqot ini semakin bertambah pengikut mulai dari Afrika barat, Mesir hingga Eropa...

Bersambung......

Kampoeng Pitulikur 10 April 2010....

Insyaalloh pada saatnya akan dilanjutkan sejarah Murid2 Syech Abul Hasan Hingga Faham Syadziliyah dari Mesir hingga sampai ke Almaghfurlah Syech KH. MUHAIMINAN GUNARDO beserta dawuh2 beliau dalam berThoriqot dan juga tata cara hingga cara pandang Thoriqot Sadziliyah cab Parakan....

Pandungane mawon saget nerusake nulis...

Imam abi hasan as-syadziliy bagian ke 4, tulisan Kyai Choliedin Qosim

Dijelaskan, Abul Hasan Asy-syadzili termasuk orang yang paling sering berjumpa dengan Rasulullah saw. Pada suatu ketika beliau bertemu dengan Rasulullah saw beliau mengatakan kepada Rasulullah saw, sesusungguhnya banyak orang mendustakan aku, jika aku menjelaskan kebenaran pertemuanku denganmu. Jawab Rasulullah : demi kemuliaan Allah dan keagungan-Nya, orang yang tidak mempercayaimu, atau mendustakanmu, IA TIDAK AKAN MATI KECUALI DENGAN CARA YAHUDI / NASRANI ataupun MAJUSI.

Lalu beliau berkata : Wahai Rasulullah, Allah melipat gandakan 10 shalawat bagi orang yang membaca shalawat atasmu hanya sekali, apakah hal itu terbatas terhadap orang yang menghadirkan hatinya saja?.

Jawab Rasulullah : Bahkan hal itu juga diperuntukkan juga bagi orang yang membaca shalawat atasku meskipun ia melupakan aku, dan Allah memberikan semaksimal gunung, dan para Malaikat ikut mendoakannya dan memohonkan ampunan baginya. Adapun yang menghadirkan hatinya dengan kalimat Laa Ilaha Ilalloh, maka balasannya tidak diketahui kecuali Allah sendiri.
Beliau berkata, Suatu ketika aku membaca : “Muhammadun Basyarun Laa Kalbasyari, Bal Huwa Yaquut Bainal Hajari”

” Muhammad Adalah Manusia tetapi tidak seperti manusia, tetapi dia adalah permata diantara kedua batu”

Malamnya aku bertemu Rasulullah dan berkata padaku ” SESUNGGUHNYA ALLOH TELAH MENGAMPUNI KAMU BESERTA ORANG YANG MENGUCAP KALIMAT BERSAMAMU ( murid2mu ) ”. Maka beliau dalam suatu majelis membaca kalimat itu, dan ini terjadi sampai beliau wafat.

Beliau berkata : ” akan sampai kepada kita seseorang yang bernama Muhammad pada hari kiamat. Maka Allah berkata padanya : ‘ mengapa kamu tidak malu jika bermaksiat kepada-Ku, sedang namamu menggunakan nama kekasihku (Muhammad), tetapi (meskipun begitu) Aku malu menyiksamau karena namamu menggunakan nama kekasih-ku. Pergilah, masuklah ke surga”.

اللَّهُمَّ بِحَقِ هَذِهِ الأسْرَار قِني الشَرَ وَالأشْرَار وَكُلَّ مَا أنتَ خَالِقَهُ مِن الأكدَار، يَا مَن يَكْلَؤُكُنا بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِبِحَقِ كِلاَءَةِ رَحْمَّانِيتَكَ إكْلأنِيَ وَلاَتَكِلني إلِى غَيرِ إحَاطَتِكَ رَبِّى هَذا ذُلَ سْؤَالي بِبَابِكَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إلاَبِكَ.

  

WASIYAT SYEKH ABU HASAN ALI ASY-SYADZILY RA

Siapa yang ingin bersahabat dengan Allah, maka seharusnya ia memulai dengan meninggalkan segala syahwat diri (kepentingan pribadi). Sang hamba tidak akan sampai kepada Allah, jika masih ada pada dirinya segala kesenangan dirinya. Dan tidak juga sampai, jika dalam dirinya ada segala keinginan.”

Wirid atau kebiasaan ubudiyah orang-orang shiddiqin itu ada dua puluh macam:

1-Puasa,
2-Shalat,
3-Dzikir,
4-Membaca Al-Qur’an,
5-Menjaga tubuh (dari tindakan haram)
6-Mencerca nafsu dari syahwatnya,
7-Amar ma’ruf
8-Nahi munkar

Semua kategori tersebut didasarkan pada:

9-Zuhud terhadap dunia
10-Tawakkal kepada Allah
11-Ridha pada keputusan Allah
12-Cinta yang murni yang didasarkan empat perkara:
13-Iman
14-Tauhid
15-Niat yang benar
16-Cita-cita yang luhur.

Namun semua ini tak bisa diharapkan kecuali dengan empat karakter di bawah ini:

17-Ilmu
18-Wara’
19-Takut penuh rindu kepada Allah
20-Tawadhu’ kepada sesama hamba Allah.

Ibadah para shiddiqin (ungkapan ini mengutip fatwa gurunya) ada dua puluh macam:

Makanlah kamu sekalian; minumlah; berpakaianlah; bepergianlah; menikahlah; bertempat tinggallah; letakkanlah segala hal pada porsi yang sesuai dengan perintah Allah Swt.; janganlah berlebih-lebihan; beribadahlah kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya; seharusnya Anda sekalian mencegah bencana; menanggung beban; mencurahkan kebajikan. Semua ini merupakan separo kecerdasan.

Separo yang lain adalah: menunaikan kewajiban-kewajiban; menjauhi larangan-larangan, ridha terhadap qadha Allah, dan diantara ibadah kepada Allah adalah tafakkur terhadap perintah Allah, sedangkan berpegang teguh kepada agama Allah merupakan dasar ibadah dan zuhud duniawi. Sedang prinsip utamanya adalah tawakkal kepada Allah.

Ini semua merupakan ibadah orang-orang yang sehat jiwanya dari orang-orang yang beriman. Kalau Anda sakit jiwa, maka carilah kesembuhan dan pembebasan melalui para Ulama; namun pilihlah diantara mereka ini yang taqwa, yang senantiasa memberi petunjuk dan bertawakkal kepada Allah.

Aku pernah bertanya kepada guruku tentang wirid ahli hakikat. Sang guru menjawab, “Engkau harus menggugurkan hawa nafsu, dan senantiasa mahabbah kepada Allah.”

Memang, cinta itu menolak untuk digunakan oleh pecinta kepada selain yang dicintainya.

Suatu ketika ada seseorang yang bertanya kepada guru –semoga Allah merahmatinya — “Berilah saya amalan dan wirid-wirid.”

Lantas guru marah dan berkata, “Apakah aku ini Rasul? Lalu memberi perintah kewajiban-kewajiban? jelas, segala yang fardhu itu sudah maklum, segala larangan itu sudah populer. Karena itu jagalah kefardhuan, dan tolaklah kemaksiatan, jagalah hatimu dari hasrat duniawi dan hasrat pada wanita, mencintai kedudukan serta memprioritaskan syahwat. Terimalah apa yang telah diberikan Allah Swt. kepadamu. Apabila ada jalan keluar menuju ridha bagimu, bersyukurlah. Bila yang keluar adalah jalan siksaan, maka bersabarlah. Cinta kepada Allah itu merupakan pusat dimana segala kebaikan berpusat padanya. Cinta itu merupakan dasar dari ragam karamah. Untuk membentengi semua itu perlu ada empat macam:

* Wara’ yang benar;
* Niat yang benar;
* Amal yang ikhlas dan
* Bersahabat dengan pengetahuan.

Ini semua pun tidak akan sempurna kecuali dengan berguru pada orang yang shalih atau berguru kepada syeikh yang bisa mensukseskannya

Para Quthub senantiasa bicara dengan Akal Akbar ( akal yang agung ), dengan Cahaya-cahaya Ruh (Ruhul Anwar), dengan Pena yang luhur (Al-Qalamul A’la), dengan Kesucian yang sangat indah (Al-Qudsul Al-Abha), dengan Asma yang Agung (Ismul A’dzam), dengan Kibritul Ahmar (ibarat Berlian Merah), dengan Yaqut yang mememancarkan cahaya ruhani, dengan Asma’-asma, huruf-huruf dan lingkaran-lingkaran Asma huruf. Dia ( Para Quthub )bicara dengan cahaya matahati di atas rahasia terdalam di lubuk rahasianya. Ia seorang yang alim dengan pengetahuan lahiriah dan batiniyah dengan kedalaman makna yang dahsyat, baik dalam tafsir, hadits, fiqih, ushul, bahasa, hikmah dan etika. Sebuah ilustrasi yang digambarkan pada Sulthanul Auliya Syeikhul Quthub Abul Hasan Asy-Syadzily – semoga Allah senantiasa meridhoi .

والغوث عبارة عن رجل عظيم وسيد كريم تحتاج إليه الناس عند الاضطرار فى تبيين ماخفى من العلوم المهمة والأسرار ، ويطلب منه الدعاء لأنه مستجاب الدعاء لو أقسم على الله لأبرقسمه مثل أويس القرنى فى زمن رسول الله صلعم ، ولايكون القطب قطبا حتى تجتمع فيه هذه الصفات التى اجتمعت فى هؤلاء الجماعة الذين تقدم ذكرهم انتهى من مناقب سيدي شمس الدين الحنفى

Wali Ghauts, yaitu seorang tokoh besar ( agung ) dan tuan mulia, di mana seluruh ummat manusia sangat membutuhkan pertolongannya, terutama untuk menjelaskan rahasia hakikat-hakikat Ilahiyah. Mereka juga memohon doa kepada al-Ghauts, sebab al-Ghauts sangat diijabahi doanya. Jika ia bersumpah langsung terjadi sumpahnya, seperti Uwais al-Qarni di zaman Rasul SAW. Dan seorang Qutub tidak bisa disebut Quthub manakala tidak memiliki sifat dan predikat integral dari para Wali.

Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :

1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).

2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).

3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.

Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :

1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.

2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.

3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.

4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.

Demikian pendapat dari kitab manaqib Sayyidi Syamsuddin Al-Hanafi ( cucu kelima Syech Abul Hasan Assadzily…)

Bersambung......

Kampoeng Pitulikur " 27 mert 2015 "..

Imam abi hasan as-syadzili begian ke 3, tulisan Kyai Cholied Qosim

Lanjutan postingan dari Sisi lain Perjalanan Syech Abul Hasan Assadzily pada tanggal 27 maret 2015

Imam Syadzali dan Tariqah

========================
Hijrah atau berkelana bisa jadi merupakan sarana paling efektif untuk menemukan jati diri. Tak terkecuali Imam Syadzili. Orang yang lebih dikenal sebagai sufi agung pendiri thariqah Syadziliyah ini juga menapaki masa hijrah dan berkelana.

Suatu ketika saat berkelana beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, Seumpama aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”, Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja” Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?” Kemudian terdengar suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.

Asal muasal beliau ingin mencari jalan thariqah adalah ketika masuk negara Tunis sufi besar ini ingin bertemu dengan para syekh yang ada di negeri itu. Di antara Syekh-syekh yang bisa membuat hatinya mantap dan berkenan adalah Syekh Abi Said al-Baji. Keistimewaan syekh ini adalah sebelum Abu al-Hasan berbicara mengutarakannya, dia telah mengetahui isi hatinya. Akhirnya Abu al-Hasan mantap bahwa dia adalah seorang wali. Selanjutnya dia berguru dan menimba ilmu darinya. Dari situ, mulailah Syekh Abu al-Hasan menekuni ilmu thariqah. Beliau pernah berguru pada Syeikh Ibnu Basyisy dan kemudian mendirikan tarekat yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di Mesir.

Untuk menekuni tekad ini, beliau bertandang ke berbagai negara, baik negara kawasan timur maupun negara kawasan barat. Setiap derap langkahnya, hatinya selalu bertanya, “Di tempat mana aku bisa menjumpai seorang syekh (mursyid)?”. Memang benar, seorang murid dalam langkahnya untuk sampai dekat kepada Allah itu bagaikan kapal yang mengarungi lautan luas. Apakah kapal tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa seorang nahkoda (mursyid). Dan inilah yang dialami oleh syekh Abu al-Hasan.

Dalam pengembaraannya Imam Syadzili akhirnya sampai di Iraq, yaitu kawasan orang-orang sufi dan orang-orang shalih. Di Iraq beliau bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh yang paling berkesan dalam hatinya dibandingkan dengan syekh di Iraq lainnya. Syekh Abu al-Fath berkata kepada Syekh Abu al-Hasan, “Hai Abu al-Hasan engkau ini mencari Wali Qutb di sini, padahal dia berada di negaramu? kembalilah, maka kamu akan menemukannya”. Akhirnya, beliau kembali lagi ke Maroko, dan bertemu dengan Syekh al-Shiddiq al-Qutb al-Ghauts Abi Muhammad Abdussalam bin Masyisy al-Syarif al-Hasani. Syekh tersebut tinggal di puncak gunung.

Sebelum menemuinya, beliau membersihkan badan (mandi) di bawah gunung dan beliau datang laksana orang hina dina dan penuh dosa. Sebelum beliau naik gunung ternyata Syekh Abdussalam telah turun menemuinya dan berkata, “Selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar……”. Begitu sambutan syekh tersebut sembari menuturkan nasabnya sampai Rasulullah SAW. Kemudia dia berkata, “Kamu datang kepadaku laksana orang yang hina dina dan merasa tidak mempunyai amal baik, maka bersamaku kamu akan memperoleh kekayaan dunia dan akhirat”.

Akhirnya beliau tinggal bersamanya untuk beberapa hari, sampai hatinya mendapatkan pancaran ilahi. Selama bersama Syekh Abdussalam, beliau melihat beberapa keramat yang dimilikinya. Pertemuan antara Syekh Abdussalam dan Syekh Abu al-Hasan benar-benar merupakan pertemuan antara mursyid dan murid, atau antara Muwarrits dan Waarits. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu al-Hasan dari guru agung ini.

Di antara wasiat Syekh Abdussalam kepada Syadzili adalah, “Pertajam penglihatan keimananmu, maka kamu akan menemukan Allah pada setiap sesuatu”.

Imam abi hasan asyadzili, bagian kedua. Tulisan kyai Cholied qosim

( Lanjutan Postingan dari Sisi lain perjalanan Syech Abul Hasan Assadzily pada 3 april 2015 )

Mengenal secara ringkas Syech Imam Abdus Salam Ibn Masyisy Guru Syech Abul Hasan Assadzily

Nama lengkap Syaikh Ibnu Masyisy adalah Abdussalam Ibn Masyisy Ibn Abi Bakar Ibn Ali Ibn Hurmah Ibn Isa Ibn Salam Ibn Mizwar Ibn Ali Ibn Haidarah Ibn Muhammad Ibn Idris al-Azhar Ibn Idris al-Akbar Ibn Abdullah al-Kamil Ibn al-Hasan al-Mutsanna Ibn al-Hasan Ibn Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra putri Rasulullah. Syaikh Ibnu Masyisy lahir pada tahun 559 H. Wafat pada tahun 662 H. Menurut keterangan Ibn Khaldun, beliau pada tahun 625 H.

Beliau merupakan maha guru dari 3 wali Qutub; Sayyid Ibrahim al-Dusuqiy, Sayyid Ahmad al-Badawiy dan Syaikh Abul Hasan al-Syadzilliy.

Ibnu Masyisy belajar membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an di Kuttab (tempat yang digunakan untuk mengajarkan anak-anak kecil membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an) dan dia telah hafal al-Qur’an sejak berumur kurang dari 12 tahun kemudian pergi menuntut ilmu. Syaikh Ibnu Masyisy mumpuni dalam bidang ilmu juga memiliki kezuhudan yang tinggi, Allah menyatukan dalam dirinya dua kemulian, dunia dan Agama, serta menjaga keutamaan keyakinan yang haqiqi. Dan Ibnu Masyisy mendapatkan keberhasilan atas kesungguhan kemauan dan cita-citanya, seorang yang tidak pernah menyimpang dari jalan syari’at sehelai rambut pun, berpegang teguh pada Agama dan menyampaikan keutamaan-keutamaannya.

Pada hari beliau dilahirkan, syaikh Abdul Qadir al-Jilaniy mendengar suara hatif (bisikan ruhani); “Ya syaikh Abdul Qadir, cermatilah keadaanmu kepada penduduk kota maroko, sesungguhnya yang akan menjadi wali Qutub di kota tersebut telah dilahirkan.

Syaikh Ibnu Masyisy memiliki kesungguhan dan kemauan yang keras dalam menuntut ilmu serta menjaga aurad  (bacaan-bacaan dzikir dan do’a) sehingga dia sampai kepada jalan menuju ma’rifah kepada Allah, maka Ibnu Masyisy mumpuni dalam bidang ilmu juga mendapatkan puncak kezuhudan. Di antara guru-gurunya dalam bidang ilmu pengetahuan adalah Syaikh Ahmad yang di juluki (aqtharaan), dimakamkan di daerah Abraj dekat pintu Tazah. Di antara para gurunya dalam bidang tasawwuf Syaikh Abdurrahman al-Madaniy yang terkenal dengan az-Zayyaat, dari beliau Ibnu Masyisy belajar tentang ilmu mua’amalah dengan masyarakat yang sumbernya berakhlak sesuai dengan akhlak Rasulullah sehingga dari ilmu tersebut Ibnu Masyisy mendapatkan yang lebih banyak.

Barang kali, penyebab tidak terlalu banyak warisan peningalan Abdussalam Ibn Masyisy, meskipun kedududakannya tinggi. Salah satu murid beliau adalah Imam Abu al-Hasan as-Syaziliy, mengatakan: “Bahwa Syaikh Ibn Masyisy ulama yang masturul Hal (sangat tertutup) dan tidak ingin di kenal oleh manusia, di antara do’anya “Ya Allah aku mohon kepada-Mu agar makhluk berpaling dariku sehingga tidak ada tempat kembali bagiku selain kepada-Mu“. Allah mengabulkan permohonan Syaikh Ibnu Masyisy tersebut karena sangat ketertutupannya itu sampai tidak ada yang mengenal beliau kecuali Syaikh Abu al-Hasan as-Syaziliy yang sebuah thariqah dinisbahkan kepadanya. Adapun beberapa peninggalan ilmiyah Syaikh Ibnu Masyisy yang sampai kepada kita melalui muridnya Syaikh Abu al-Hasan as-Syaziliy adalah sekumpulan nasehat yang mengagumkan dengan ungkapan yang bersih, jernih selaras dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, di antaranya adalah: “Syaikh Abu al-Hasan as-Syaziliy berkata: “Guruku mewasiatkan kepadaku dan dia berkata:” Jangan kamu langkahkan kedua kakimu kecuali kamu hanya mengharap balasan dari Allah, janganlah kamu duduk kecuali kamu merasa aman dari maksiat kepada Allah dan jangan kamu berteman kecuali dia dapat menolongmu untuk ta’at kepada Allah“.

Dan Ibnu Masyisy berkata secara langsung kepada Abu al-Hasan as-Syaziliy: Senantiasalah kamu suci dari rasa ragu dan dari kotoran dunia, ketika kamu dalam keadaan kotor maka bersucilah, ketika kamu mulai cenderung kepada syahwat dunia maka perbaikilah dengan bertaubat, jangan sampai kamu dirusak dan ditipu hawa nafsu, maka dari itu senantiasalah kamu merasa dekat kepada Allah dengan penuh ketundukan dan ketulusan hati.

Salah satu teks penting yang sampai kepada kita dari Syaikh Abdussalam Ibn Masyisy “shalawat Masyisyiah”, yaitu sebuah teks shalawat yang unik jika kata-katanya itu berbaur atau diucapkan oleh ruh maka akan membuat pemilik ruh tersebut terasa melayang di udara dari keluhuran dan keindahan alam malakut. Dan teks tersebut merupakan titik perhatian para pensyarah.

Banyak ulama yang ambil bagian dalam memberikan syarh (komentar) atas shalawat Masyisyiyah di antaranya: Imam Ahmad Ibn Ajibah, Syaikh Ahmad al-Shawiy al-Malikiy dan Syaikh Abdullah Ibn Muhammad al-Ghumariy.

Penyebab Imam Ibnu Masyisy keluar dari khalwatnya menentang Ibnu Abi al-Thawaajin al-Kattamiy seorang penyihir yang mengaku nabi, beliau telah mempengaruhi sebagian orang pada masanya, dan melakukan perlawanan atas dia dan para pengikutnya dengan logika dan dalil-dalil syar’i baik ucapan dan perbuatan dengan serangan atau perlawanan yang keras, mereka memotivasi untuk melakukan tipu daya dan persekutuan untuk membunuhnya, maka ia mengutus sebuah kelompok kepada Syaikh itu untuk menjebak beliau sehingga beliau turun dari khalwatnya untuk berwudhu dan shalat subuh dan di sanalah mereka membunuhnya pada tahun 622 H, semoga Allah merahmati dengan rahmat yang luas, dan mengumpulkan kami bersama dengan beliau ditempat yang diridhai Allah.

( Kampoeng Pitulikur 4 April 2015 )...

Imam Abi hasan as-syadziliy, tulisan Kyai Chokied qosim pengasuh ponpes kampoeng 27 Blora

Lanjutan Postingan dari SISI LAIN PERJALANAN SYECH ABUL HASAN ASSADZILY pada tanggal 3 april 2015...

Tentang nama Syadzili
========================

Kalau dirunut nasab maupun tempat kelahiran syekh agung ini, tidak didapati sebuah nama yang memungkinkan ia dinamakan Syadzali. Dan memang, nama tersebut adalah nama yang dia peroleh dalam perjalanan ruhaniah.

Dalam hal ini Abul Hasan sendiri bercerita : “Ketika saya duduk di hadapan Syekh, di dalam ruang kecil, di sampingku ada anak kecil. Di dalam hatiku terbersit ingin tanya kepada Syekh tentang nama Allah. Akan tetapi, anak kecil tadi mendatangiku dan tangannya memegang kerah bajuku, lalu berkata, “Wahai, Abu al–Hasan, kamu ingin bertanya kepada Syekh tentang nama Allah, padahal sesungguhnya kamu adalah nama yang kamu cari, maksudnya nama Allah telah berada dalam hatimu. Akhirnya Syekh tersenyum dan berkata, “Dia telah menjawab pertanyaanmu”.

Selanjutnya Syekh Abdussalam memerintahkan Abu al-Hasan untuk pergi ke daerah Afriqiyyah tepatnya di daerah bernama Syadzilah, karena Allah akan menyebutnya dengan nama Syadzili –padahal pada waktu itu Abu al-Hasan belum di kenal dengan nama tersebut-.

Sebelum berangkat Abu al-Hasan meminta wasiat kepada Syekh, kemudian dia berkata, “Ingatlah Allah, bersihkan lidah dan hatimu dari segala yang mengotori nama Allah, jagalah anggota badanmu dari maksiat, kerjakanlah amal wajib, maka kamu akan memperoleh derajat kewalian. Ingatlah akan kewajibanmu terhadap Allah, maka kamu akan memperoleh derajat orang yang wara.

Selanjutnya sesuai petunjuk tersebut, Syekh Abu al-Hasan berangkat ke daerah tersebut untuk mengetahui rahasia yang telah dikatakan kepadanya. Dalam perjalanan ruhaniah kali ini dia banyak mendapat cobaan sebagaimana cobaan yang telah dialami oleh para wali-wali pilihan. Akan tetapi dengan cobaan tersebut justru semakin menambah tingkat keimanannya dan hatinya semakin jernih.

Sesampainya di Syadzilah, yaitu daerah dekat Tunis, dia bersama kawan-kawan dan muridnya menuju gua yang berada di Gunung Zaghwan untuk munajat dan beribadah kepada Allah SWT. Selama beribadah di tempat tersebut salah satu muridnya mengetahui bahwa Syekh Abu al-Hasan banyak memiliki keramat dan tingkat ibadahnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi.

Pada akhir munajat-nya ada bisikan suara, “ Wahai Abu al-Hasan turunlah dan bergaul-lah bersama orang-orang, maka mereka akan dapat mengambil manfaat darimu, kemudian beliau berkata: “ Ya Allah, mengapa Engkau perintahkan aku untuk bergaul bersama mereka, saya tidak mampu ” kemudian dijawab: “ Sudahlah, " TURUN!!! " kamu akan selamat dari mereka ” kemudian beliau berkata lagi: “ Kalau aku bersama mereka, apakah aku nanti makan dari dirham mereka?, Suara itu kembali menjawab : “BEKERJALAH, AKU MAHA KAYA, kamu akan memperoleh rizik dari usahamu juga dari rizki yang Aku berikan secara gaib..
( maknanya yang menetapkan Maqom adalah Alloh, kita tidak tahu apa yang harus diperbuat, maka jika kita sendiri yang menetapkan maqom kita maka jelas kita akan tertipu ).

Dalam dialog ilahiyah ini, dia bertanya kepada Allah, kenapa dia dinamakan syadzili padahal dia bukan berasal dari syadzilah, kemudian Allah menjawab: “Aku tidak mnyebutmu dengan syadzili akan tetapi kamu adalah syadzdzuli, artinya orang yang mengasingkan untuk ber-khidmat dan mencintaiku”.

Imam Syadzali menyebarkan Tariqah Syadzaliyyah

=========================

Guru Syech Sadzily yang sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya, khususnya perjalanan hidup dibidang spiritual yaitu Syech Abdus Salam Bin Masyisy. Gurunya memberikan nasihat, agar Syech Sadzily meninggalakan Fez menuju Tunisia dan tinggal disebuah daerah Syadzily, masih dekat dengan Afrika. Didaerah yang baru ini beliau banyak bertemu dan bertukar fikiran dengan ulama sufi lainya. Diluar dugaan Masyarakat menyambutnya dengan antusias, kemudian Asyadzily pergi ke pegunungan Zaghwan dengan ditemani Abdulloh ibn Salamah Alhabibi dan berkholwat disana...

Setelah berkholwat disana dengan khusu' menjalani latihan spiritual, beliau mendapat Ilham untuk mengajarkan Tasyawuf. Tugas selanjutnya adalah bergaul bersama masyarakat, berbaur dengan kehidupan mereka, membimbing dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam dan ketenangan hidup " ( Bagi pelaku Tasyawuf berkumpul dg orang banyak padahal sudah masuk dalam keindahan dan keheningan Kholwat adalah merupakan tugas yang amat berat ) "

Disebutkan dalam Al Hikam..

إدفن وجودك في أرض الخمول, فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتاجه...

“Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan, sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya.”

Dan Tunis adalah tempat yang dituju wali agung ini. Di Tunis Abul Hasan tinggal di Masjid al-Bilath. Di sekitar tempat tersebut banyak para ulama dan para sufi. Di antara mereka adalah karibnya yang bernama al-Jalil Sayyidi Abu al-Azaim, Syekh Abu al-Hasan al-Shaqli, Abu abdul Aziz Al Paituni, Abu Abdulloh Albikai Al-Khayyath dan Abu Abdillah al-Shabuni dll, dan disana beliau membangun Zawiyah ( Pondok Pesantren Thoriqoh )

Popularitas Syekh Abu al-Hasan semerbak harum di mana-mana. Aromanya sampai terdengar di telinga Qadhi al-Jama’ah Abu al-Qasim bin Barra’. Namun aroma ini perlahan membuatnya sesak dan gerah. Rasa iri dan hasud muncul di dalam hatinya. Dia berusaha memadamkan popularitas sufi agung ini. Dia melaporkan kepada Sultan Abi Zakaria, dengan tuduhan bahwa dia berasal dari golongan Fathimi.
Sultan meresponnya dengan mengadakan pertemuan dan menghadirkan Syekh Abu al-Hasan dan Qadhi Abul Qosim. Hadir di situ juga para pakar fiqh. Pertemuan tersebut untuk menguji seberapa kemampuan Syekh Abu al-Hasan.
Banyak pertanyaan yang dilontarkan demi menjatuhkan dan mempermalukan Abul Hasan di depan umum. Namun, sebagaimana kata-kata mutiara Imam Syafi’I, dalam ujian, orang akan terhina atau bertambah mulia. Dan nyatanya bukan kehinaan yang menimpa wali besar. Kemuliaan, keharuman nama justru semakin semerbak memenuhi berbagai lapisan masyarakat.

Qadhi Abul Qosim menjadi tersentak dan tertunduk malu. Bukan hanya karena jawaban-jawaban as-Syadzili yang tepat dan bisa menepis semua tuduhan, tapi pengakuan Sultan bahwa Syekh Abu al-Hasan adalah termasuk pemuka para wali. Rasa iri dan dengki si Qadhi terhadap Syekh Abu al-Hasan semakin bertambah, kemudian dia berusaha membujuk Sultan dan berkata: “Jika tuan membiarkan dia, maka penduduk Tunis akan menurunkanmu dari singgasana”.
Ada pengakuan kebenaran dalam hati, ada juga kekhawatiran akan lengser dari singgasana. Sultan demi mementingkan urusan pribadi, menyuruh para ulama’ fikih untuk keluar dari balairung dan menahan Syekh Abu al-Hasan untuk dipenjara dalam istana.

Kabar penahanan Syekh Abul Hasan mendorong salah seorang sahabatnya untuk menjenguknya. Dengan penuh rasa prihatin si karib berkata, “Orang-orang membicarakanmu bahwa kamu telah melakukan ini dan itu”. Sahabat tadi menangis di depan Syekh Abu al-Hasan lalu dengan percaya diri dan kemantapan yang tinggi, Syekh tersenyum manis dan berkata, “Demi Allah, andaikata aku tidak menggunakan adab syara’ maka aku akan keluar dari sini –seraya mengisyaratkan dengan jarinya-. Setiap jarinya mengisyaratkan ke dinding maka dinding tersebut langsung terbelah, kemudian Syekh berkata kepadaku: “Ambilkan aku satu teko air, sajadah dan sampaikan salamku kepada kawan-kawan. Katakan kepada mereka bahwa hanya sehari saja kita tidak bertemu dan ketika shalat maghrib nanti kita akan bertemu lagi”...

( Bersambung )....

Insyaalloh edisi selanjutnya perjalan Syech Sadziliy keIskandaria Mesir dan disana beliau berperang melawan penjajah dari Prancis yang akan menakklukan Mesir serta tentara eropa pimpinan Fredrik II yang mau merebut Palestin kembali pasca ditakklukan Sholahudin Alayyubu, serta Syech Abul Hasan menderita kebutaan...

Kampoeng Pitulikur 8 april 2015....